Sebentar,
Mulut yang manis
Tak perlu minta dikeluarkan suara
Pasti gula terasa di telinga
Bukan setakat gula, kicap manis pun terjuir.
Sebentar,
Jasad yang bernyawa tapi hampir mati
Terdampar di situ
Kenapa bila ditanya?
Rupanya masih menunggu saat jawapan
Saat ini.
Sebentar,
Himpunan persoalan satu dijawab,
Sikit kan? Masih buat tersenyum
Gemersah kerlipan mata,
Adanya kerdipan jujur.
Sebentar,
Kenapa tak tanya mereka sudi
Kenapa tak tanya apa yang dibuku
Kenapa tak tanya siapa terpaku
Kenapa tak tanya nama pak pacak
Dan semudah itu, jawapannya petikan jari,
Maharani.
Sebentar,
Terdengar lagu Drama-Cerita Dia
'Bila ku tunggu jawapanmu masihkah aku ada di hatimu. Saat ini'
Hanya pungguk yang sanggup jadi 'pak'
Menunggu tepi lelah,
Bermati pacak khemah, bawah mentari
Perempuan lalu di hadapan, sedikit belas untuk lap peluh pun tiada rasa.
Sebentar,
Kau ingat lagi,
Seindah lafaz, secanggah kata, seperguru dengar, seperkasa tulisan,
Semuanya tak tertanding satu ayat,
Ke awangan tinggi hendak dicuit, bawah setaraf langsung tidak diramas.
Sebentar lagi,
Bengang bila dilancang,
Selagi kuning masih bertukar hijau.
Usah bermimpi baju atas paras lengan,
Saat luka kecil beri besar kesan.
Perilaku pertahankan kata, tulisan pertunjukkan cinta, kerdipan mata minta didukung. Sampai seberang sana.
Rangkul aku sampai kita bersebelahan jiwa.
No comments:
Post a Comment